Sinar matahari pagi menyusup diantara sela-sela gorden yang masih tertutup. Semilir angin bergantian keluar-masuk kamar melalui ventilasi diatas jendela dan pintu. Cahaya yang masuk membuat seisi kamar tampak terlihat lebih jelas.
Dor, dor, dor! Bunyi pintu digedor. Sebenarnya sih, sebelum berubah gedoran, suaranya berupa ketukan, tuk,tuk,tuk. Karena pintu nggak terbuka juga, akhirnya berubah menjadi lebih mengeras.
“Marsya ayo bangun udah siang” Mamanya berteriak, “Marsya udah jam setengah tujuh kamu harus sekolah sekarang.” Seru mama Marsya dengan nada tinggi.
“Uuachhhh,” Marsya menguap. “Iya ma Marsya bangun.” Sahut Marsya dengan mata yang belum terbuka sempurna dan nyawa yang masih mengambang di alam mimpi.
Setelah sepuluh menit kemudian, Marsya sudah rapi dan menuju meja makan untuk sarapan pagi.
“Kamu lama banget sih, coba kamu lihat sekarang udah jam berapa.” Kata mama sambil menunjuk ke arah jam. “Kamu ingat nggak sih, hari ini hari pertama kamu belajar di SMA Constantine setelah tiga hari kemarin kamu MOS.” Lanjut mama “Kamu harus tunjukin kalau kamu murid yang disiplin.” Kata mama dengan tegas.
“Iya ma, aku inget kok.” Jawab Marsya dengan suara lembut, “Tadi malem aku tidurnya kemaleman ma, makanya aku tadi bangunnya kesiangan.” Lanjut Marsya yang berusaha menjelaskan tentang bangunnya yang kesiangan. “Aku janji kok ma, lain kali nggak tidur malem lagi.” Tegas Marsya sambil tangannya mengacung membentuk angka dua.

***
Sesampainya didepan sekolah, gerbang sudah mau ditutup. Marsya pun berlari dengan kencang supaya dia tidak terlambat. “Ayo-ayo, cepat udah mau ditutup nih, udah jam tujuh.” Seru mang dadang Satpam SMA Constantie.
Marsya berjalan dengan cepat melewati koridor sekolah. Sekolah ini lumayan luas dan besar, maklum SMA Constantie termasuk salah satu sekolah favorit di Jakarta. Marsya heran ada kerumunan siswa didepan mading yang ada di koridor dekat leb. Komputer. Ada pengumuman apa sih, kok rame banget, ujar Marsya dalam hati. “Oiya, aku lupa. itu kan…pengumuman buat siswa baru masuk dikelas mana. Aduh,, aku masuk kelas mana ya?” celetuk Marsya sambil berlari mendekati mading.
Setelah sampai didepan mading, bola mata Marsya bergerak-gerak dari atas ke bawah yang sedang berusaha mencari namanya. Ia mencari namanya dari pojok kanan atas sampai pojok kiri bawah. Setelah melihat namanya ada dikelas X-F, Marsya langsung keluar dari kerumunan siswa-siswa yang sedang melihat mading. Ia langsung menuju kelas X-F.
Marsya sekarang sudah berada didalam kelas X-F, dan duduk di barisan pertama tepat didepan meja guru. Tiba-tiba ada seorang cewek yang berdiri di depannya. “Hai? gue bolehkan duduk sebangku dengan lo?” Sapa cewek itu.
Marsya sedikit terkejut, “Ya pasti boleh dong,” Marsya berdiri dan menatap cewek itu sambil mengulurkan tangan. “Gue Marsya.”
Cewek itu membalas uluran tangan Marsya “Gue Lita.”
Kelas yang tadinya rame seperti pasar ikan sekejap berubah menjadi hening ketika ketua OSIS di SMA Constantie masuk kekelas X-F. Ketua OSIS itu bernama Handi Glarion Winata yang akrab di sapa Rion, ia masuk ke kelas itu hanya ingin mendata siswa berminat mengikuti Ekskul Karate.
“Selamat pagi adik-adik?” Tanya Rion.
“Pagi kak.” Jawab seluruh siswa kelas X-F serentak.
“Maaf, minta waktunya sebentar. Pagi ini, kakak akan mendata siapa saja diantara kalian yang ingin ikut Ekskul Karate.” lanjut Rion “Langsung aja ya, Emm… siapa diantara kalian yang berminat ikut Ekskul Karate, silakan angkat tangan.”
Suasana didalam kelas tetap hening, sampai detik ke-15 belum ada yang angkat tangan. Marsya melirik temannya ke belakang untuk melihat kira-kira siapa temannya yang berminat. Detik-18 Marsya mengangkat tangannya, “Saya berminat kak, ikut Karate,” Kata Marsya dengan lantang. Sebenarnya Marsya mamang senang dengan hal-hal yang berhubungan dengan Karate.
Lalu Rion berjalan kearah meja Marsya untuk mencatat namanya. “Oke. Maaf, nama lengkapnya siapa? “ Tanya Rion sambil memegang kertas dan polpen yang siap untuk mencatat.
“Nama saya Alluna Marsya Charolina, kak.” Jawab Marsya.
Rion pun lansung mencatat di kertas yang ia bawa. Lalu, Rion berjalan ke tengah sambil mengajukan pertanyaan kembali kepada siswa yang lain. “Apa ada yang berminat lagi?” Tanya Rion “Ayo yang cowoknya mana? Masa kalah sama yang cewek…” Ledek Rion.
Marsya menyenggol tangan Lita dengan sikutnya, “Lit, lo ikut dong temenin gue yah, please…” Mohon Marsya dengan nada sedikit berbisik.
“Nggak ah, gue nggak suka dengan Karate.” Sahut Lita dengan berbisik juga.
“Ah, lo nggak setia kawan banget sih. Nggak apa-apa kalo lo nggak suka itung-itung nambah pengalaman buat lo.”
Lita berpikir sejenak.
“Ayo dong lit, angkat tangan,” Ujar Marsya sambil kembali menyenggol tangan Lita.
“Kak, saya.” Kata Lita sambil mengangkat tangannya.
Rion kembali berjalan menuju meja yang ditempatin oleh Marsya dan Lita. “Namanya siapa dek? O iya nama lengkapnya ya?,,” Tanya Rion dengan suara yang lembut.
“Lolita Angel Soekarta, kak.” Jawab Lita.
Setelah beberapa menit, semua nama yang berminat ikut Karate tercatat. Rion pamit untuk mencari siswa-siswa yang berminat mengikuti Ekskul Karate di kelas lain.
“Oke adik-adik, nama yang sudah berminat mengikuti Ekskul Karate ada sepuluh orang. Saya harap nanti sore kalian bisa datang ke sekolah untuk latihan. Karena, sekitar dua minggu lagi ada perlombaan Karate. Jadi, saya mohon dengan sangat, kalian bisa datang ke sekolah jam tiga tepat.” Tegas Rio “Oke kalau begitu, terima kasih atas perhatiannya, dan selamat pagi.”
“PAGI.” Seru seluruh siswa kelas X-F.
***
Udara siang luar biasa panasnya. Matahari sedang semangat-semangatnya memancarkan sinarnya. Tidak terasa bel berbunyi manandakan berakhirnya proses belajar mengajar pada hari ini. Semua siswa yang merasa lelah, letih, berubah menjadi segar.
Semua siswa dengan semangat berbondong-bondong menuju parkiran, karena sudah tidak sabar lagi ingin cepat pulang meninggalkan sekolah yang banyak menguras otak dan pikiran. Tetapi, masih ada beberapa siswa yang duduk-duduk di depan kelas atau di kantin.
Di depan kelas X-F ada dua orang siswa yang tampak asyik mengobrol, ternyata dua orang yang asyik mengobrol itu Marsya dan Lita.
“lo nanti sore datangkan ke sekolah?” Tanya Marsya
“Eemmm… gimana ya,,” Jawab Lita
“Aduh litt,,, lo dateng ya, entar gue nggak ada temen.”
“Hahaha, santai aja kali Sya. Gue pasti datenglah.” Kata Lita sambil menyenggol lengan Marsya dan melanjutkan ketawanya. “Gue udah mutusin untuk ikut Karate, berarti gue juga harus menerima konsekuensinya lah. Iya ntar sore gue dateng kok.” Ujar Lita yang terus ketawa.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore semua siswa-siswi sudah berkumpul disangggar Karate.
“Woi Rion, anak-anak udah pada siap tuh.” Kata Renold yang melaporkan posisi anak-anak baru kapada Rion selaku ketua OSIS sekaligus ketua Ekskul Karate.
Rio menganggukkan kepalanya sambil berkata. “Oke, lo tenang aja gue langsung kesana ngurusin mereka.” Rion berjalan menuju segerombolan anak-anak baru.
“Oke, semuanya! Bikin barisan tiga berbanjar!” Perintah Rion yang menempatkan diri di tengah sanggar Katare.
Anak-anak baru itu mulai bergerak dan membuat barisan tiga berbanjar sesuai perintah senior mereka. Setelah barisan sudah rapi, Rion memberikan pengarahan kepada anak-anak baru mengenai masalah Karate dan memperkenalkan dirinya dan senior-senior yang lain.
Setelah selesai pengarahan dan perkenalan, mereka langsung mengambil posisi masing-masing untuk melakukan latihan.
Satu jam pun sudah berlalu, waktunya bagi anak-anak istirahat untuk mengumpulkan energinya kembali.
“Huh, capek banget ya.. kalau tau capeknya begini gue nggak mau ikut Karate.” Keluh Lita.
“Heh, lo kok jadi aneh sih. Lo kan udah bilang, kalo lo siap nerima semua konsekuensinya termasuk yang lo keluhin barusan.” Ucap Marsya sedikit sebel dengan ucapan Lita barusan.
“Iya-iya,” Jawab Lita dengan muka pasrah.
“By the way, kak Rion kalo di lihat lucu and cakep juga ya,,,” celetuk Marsya.
Lita mengerutkan alisnya. “Lho kok nyambungnya ke kak Rion sih,” Kata Lita sedikit bingung, dan meneruskan omongannya. “Naa,, gue tau nih sekarang, lo suka ya sama kak Rion???.” Goda Lita sambil senyum-senyum.
“Eh eh eh, lo jangan sembarangan ngomong ya. Gue nggak ada suka sama kak Rion, gue itu cuma lucu aja ngelihat gayanya dia nggak lebih kok.” Tegas Marsya dengan nada sedikit keras dan wajah yang mulai memerah karena malu.
“Sya, kalo lo beneran nggak suka sama kak Rio, ya nggak usah sewot lah gue nanya kaya gitu. Gue kan cuma becanda.” Jelas Lita.
“Lit, gimana kalo kita…” tet, tet, tet. Pembicaraan antara dua orang gadis ini terputus oleh bel yang berbunyi. Bel itu mau nggak mau memaksa mereka untuk melanjutkan latihan Karate.
***
Marsya masuk ke kamarnya dengan hati senang. Entah kenapa Marsya selalu membayangkan kejadian-kejadian tadi sore, ia mengingat-ingat ketika kak Rion mengajarkannya beberapa gerakan untuk membela diri. Hei Marsya sadar dong lo, kenapa lo mikirin kak Rio. Lo kan nggak suka sama dia, kenapa lo pikirin dia terus sihh… kata Marsya dalam hati sambil menepuk-nepuk pipinya.
Dret, dret, dret, ada suara getaran di atas meja yang membuat alam mimpi Marsya jadi hilang. “Huh, siapa sih malam-malam gini yang sms. Ganggu orang aja.” Kata Marsya dengan kesal sambil mengambil HP diatas meja. Marsya membaca sms itu dengan mata yang berat untuk dibuka. Hah dari Lita, ngapain ni anak malam-malam sms, batin Marsya.
Marsya lo td mw ngomng pa soal kak Rion?? Tdi kan smpet k_putus pas bel bunyi…
Ternyata dari tadi sore Lita masih memikirkan omongan Marsya yang sempat terputus tadi. Kantuk marsya jadi hilang setelah membaca sms dari Lita yang membahas soal kak Rion.
Ah lo msh inget aza sih… ntar aza di cekulah gue crta`in. Ni gue mw tdr agy ngelanjut`in mmpi gue xg smpet k`putus gara” sms lo dteng, good night….^_^
Lita membaca sms yang dibalas oleh Marsya, “Aduuhhh, Marsya ni bikin gue penasaran aja deh.” Kesal Lita.
Sya lo mw bikin gue mati penasaran yha,,, BTW nie kan br jam delpan, kok lo udh ngntk za sichh. Ayo donkk ckrng crtax, please…
Marsya hanya tersenyum membaca sms Lita. Hahaha gue seneng banget bisa membuat Lita penasaran. Seru Marsya dalam hati. Marsya membiarkan sms Lita begitu saja, ia tidak membalas walau sudah di sms Lita berkali-kali. Marsya memang jahil, dan sengaja membuat Lita penasaran, ia pun melanjutkan tidurnya kembali.
***
Keesokan harinya, Lita sudah tidak sabar lagi untuk menghilangkan rasa penasarannya. Lita duduk manis di depan kelas X-F menunggu kedatangan Marsya. Memang Lita sengaja datang lebih awal dari yang lain, supaya bisa ngobrol lama dengan Marsya.
Jam di dinding sudah hampir mendekati pukul 7 pagi. Lita masih setia menunggu Marsya, ia pun tetap duduk dikursi depan kelas X-F. Raut wajah Lita sudah menunjukkan muka-muka bete, badannya mulai gelisah. Tapi, yang di tunggu belum juga muncul.
Lita berdiri dari tempat duduknya, sambil sesekali melihat jam yang ada di tangannya. “Kemana sih ni anak, jangan-jangan dia terlambat atau nggak masuk?” tanya Lita sambil celingak-celinguk mencari sosok Marsya. “Masa sih Marsya nggak masuk. Ah nggak mungkin, dia kan kemarin sehat-sehat aja.”
Tak lama setelah Lita bertanya-tanya, akhirnya muncul juga batang hitung Marsya. “Eh lo kemana aja sih Sya, gue udah nunggu lo dari tadi juga. Lo nya baru muncul sekarang.” Sapa Lita saat menyadari kedatangan Marsya.
“Lo ngapain nunggu gue, gue kan emang datangnya jam segini.” Jawab Marsya sedikit heran.
“Ya gue nunggu lanjutan omongan lo yang kemaren lah, lo kan udah janji katanya mau lo omongin di sekolah.” Seru Lita dengan semangat yang menagih janji Marsya. “Ayo cepet duduk sini, gue udah nggak sabar ngedengerin cerita lo.” Semangat 45 pun berkobar dari wajah Lita.
Tet, tet, tet, bel pun berbunyi menandakan jam belajar mengajar di mulai. “Lo udah denger kan bel bunyi, ayo kita masuk ke dalem.” Ajak Marsya sambil menarik tangan lita.
“Tuh kan,, kepotong lagi. Kapan nih lo mau ceritanya.” Gerutu Lita
“Entar aja pulang sekolah gue ceritain di kantin. Kali ini gue janji akan cerita sama lo.” Rayu Marsya.
Bel pulang berbunyi, Marsya dan Lita langsung menuju ke kantin.
Lita berjalan menuju tempat duduk, “Ayo cepat lo ceritain rencana lo.”
Marsya merapat mendekati Lita dan bicara dengan nada berbisik. “Begini lho, lo tau kan kalo sebentar lagi ada perlombaan karate?.” Lita mengangguk.
“Nah gue punya ide, gimana kalau gue ngedeketin kak Rion.” Marsya belum selesai melanjutkan omongannya langsung diputus sama Lita.
“Yyaaa,, jadi bener lo suka sama kak Rion??” Tanya Lita dengan asal ngomong.
“Ya enggak lah, makanya lo jangan mutusin omongan orang dong” Lanjut Marsya “Gue itu ngedeketin kak Rion bukan gara-gara gue suka sama dia, tapi karena gue pengen ikut perlombaan itu. Lo tau kan kalo gue cinta mati sama yang namanya Karate?” Lita kembali mengangguk. “Makanya gue berniat untuk ngedeketin dia supaya bisa mewujudin cita-cita gue.”
Lita mengangguk-anggukkan kepalanya, “Ooo sekarang gue ngerti, jadi lo ngedeketin dia supaya lo bisa terpilih?”
“Yap,, betul banget. Makanya lo kalo orang ngomong di dengerin dulu,” kata Marsya.
Lita hanya nyengir, “trus gimana caranya?” Tanya Lita.
“Kalo masalah itu, lo tenang aja.” Jawab Marsya dengan PDnya.
Lita meragukan omongan Marsya, “Nanti kalo lo beneran suka sama dia gimana?”
Marsya sedikit kaget dengan ucapan Lita. “Ah kalo masalah itu nggak mungkin lah. Sekarang lo udah ngerti kan? Kalo gitu, ayo kita pulang udah siang nih.” Kata Marsya mencoba mengalihkan pembicaraan.
***
Didalam sanggar Karate, semua siswa sedang seriusnya latihan. Ditengah-tengah latihan, tiba-tiba Marsya mengeluh sakit perut. Renold melaporkan ke Rion kalau Marsya sakit. Rion langsung membawa Marsya ke UKS.
Didalam UKS ada Renold, Rion, dan lita. “Lo semua latihan lagi ya, masalah Marsya biar gue yang ngurusin.” Kata Rion.
“ya udah kalo gitu, gue ke sanggar lagi ya. Cepat sembuh ya Sya.” Ujar Renold.
“Kak aku di UKS aja ya, aku mau nuggu Marsya kak. Aku khawatir banget.” Bujuk Lita.
“Nggak usah, kamu lanjutin latihan kamu aja.” Sahut Rion
“Tapi kak,,,” Kata Lita sambil melihat ke arah Marsya. Marsya menedipkan matanya menandakan bahwa dia baik-baik saja. “Emm.. ya udah deh kak, aku balik ke sanggar lagi. Cepat sembuh ya.” Lita berjalan keluar meninggalkan mereka berdua.
“Yes, rencana gue berhasil.” Batin Marsya sambil tertawa.
Rion duduk disamping Marsya dan berkata, “ Sya lo nggak apa-apa kan?” Wajah Rion terlihat cemas dengan keadaan Marsya.
Marsya tersenyum sebelum menjawab pertanyaan rion. “Aku nggak apa-apa kok kak. Kakak nggak usah cemas. Lebih baik kakak balik ke sanggar aja.”
“Kalo di sanggar masih banyak senior yang lain.” Rion mengalihkan pembicaraan “Emm.. kalo boleh tau lo sakit apa?” Tanya Rion.
Marsya sudah tidak bingung lagi menjawab pertanyaan itu, karena sudah dipersiapkan sebelumnya. “Emm,, itu kak. Aku, aku sakit perut kak. Biasa lah lagi kedatangan tamu.” Jawab Marsya sedikit malu-malu.
Rion mengangguk-angguk sambil membulatkan mulutnya membentuk huruf O. “Emang gitu ya, kalo lagi dapet selalu sakit perut? Eee maklum aja ya, gue nggak punya saudara cewek.” Tanya Rion yang nggak mengerti masalah cewek dengan sedikit kikuk.
“Nggak semua cewek kok kak. Sorry ya kak gara-gara aku kakak nggak bisa ngelatih anak-anak.”
“Ah lo nggak usah mikirin masalah itu. Lo udah agak baikan belum? Kalo udah, lo bisa istirahat dirumah.” Lanjut Rion “Lo bawa kendaraan sendiri atau di antar”
“ Aku tadi nebeng Lita kak. Emang kenapa?”
“Ya udah kalo gitu lo gue anter pulang ya?” Ajak Rion.
“Kakak nggak usah repot-repot, aku kan nebeng Lita. Aku nggak enak sama Lita kak,,”
“Masalah Lita, entar biar gue yang bilang ke dia. Atau lo sms aja ke dia. Bilang kalo lo pulang bareng gue.” Lita mengangguk pasrah sambil mengambil Hp di dalam tas. Walau wajah Marsya terlihat seperti orang yang sakit beneran, tetapi dalam hatinya sangat senang karena rencananya sudah ada kemajuan.
Rion mengantarkan Marsya sampai ke depan rumahnya dengan selamat.
***
Jam menunjukkan waktu istirahat, Marsya dan Lita langsung menuju ke kantin. Sebab, perut sudah tidak bisa di ajak kompromi. Suasana di dalam kantin sangat ramai. Hampir semua tempat sudah penuh, hanya tersisa di bagian pojok. Meraka berdua berjalan menuju tempat itu.
Makanan yang mereka pesan sudah datang. Saat itulah rion datang menyapa mereka, “Boleh gue duduk disini, soalnya tempatnya dah penuh semua. Bolehkan?”
“boleh kok kak. Silahkan.” Marsya mempersilakan Rion duduk.
“Lo udah sehat kan?” basa-basi Rion sembari menunggu pesanannya datang.
“Aku udah sehat kak. Emm,, makasih ya kak yang kemarin. Aku jadi nggak enak udah ngerepotin kakak.” Kata Marsya
“Lo ni gimana sih. Gue kan udah bilang, gue itu ikhlas nolongin lo. Itu kan kewajiban gue sebagai ketua Karate di sekolah ini. Jadi nggak usah merasa sungkan. Okey.”
Makanan yang di pesan sama Rion sudah datang, Rion pun langsung melahap makanan itu. Setelah merreka selesa makan. Mereka ngobrol macam-macam sampai akhirnya obrolan itu lari ke Karate.
“Lit, lo kemarin diajarin apa aja?” Tanya Marsya
Lita sambil mengaduk minumanya. “Banyak Sya, gue nggak bisa jelasin ke lo.”Jawab Lita.
“Aduh, gue bisa ketinggalan gerakan nih. Siapa ya yang bisa ajarin gue ya?” Tanya Marsya yang memancing Rion.
“Kalo lo ada waktu entar sore, gue bisa kok ajarin lo.” Lanjut Rion, “Kalo lo ada waktu sih..”
Marsya senang sekali mendengar perkataan Rion barusan. “entar sore aku kosong sih. Tapi, beneran nih kakak mau ajarin aku? Nggak ngerepotin ya?”
“ya nggak lah. Santai aja kali. Kalo gitu entar sore gue tunggu lo disaanggar jam tiga tepat.”
Marsya mengangguk sembari menebarkan senyumannya. “Makasih ya kak, jadi nggak enak ngerepotin kakak terus. Aku janji nanti sore aku pasti dateng tepat waktu.”
Rion berdiri dan berkata, “Kalo gitu entar sore gue tunggu ya.” Kata Rion sambil meninggalkan mereka berdua.
***
Sanggar karate yang biasanya banyak anak-anak yang latihan, namun hari ini hanya ada dua orang saja yang asyik latihan. Yaitu marsya dan Rion. marsya mempraktekkan gerakan itu dengan semangat 45, supaya bisa terpilih mengikuti perlombaan Karate di Bandung.
Waktu Karate sudah habis, dan ini saatnya waktu istirahat. Rion mengajak Marsya duduk di belakang sanggar.
Rion meletakkan tubuhnya ke bawah, “aduh hari ini cukup melelahkan juga ya.” Ujar Rion sembari mengelap keringat di kepalanya. “Lo itu kan masih junior, tapi gerakan lo hebat banget. Emang lo pernah belajar di mana?” komentar Rion.
“perasaan gerakan aku biasa aja deh.” Kata Marsya sok merendah. “Aku pernah belajar di SMP aku dulu, jadi wajar kalo aku nggak canggung dengan gerakan-gerakan kaya gini.”
“Oo gitu ya. lo perna ikut kejuaraan nggak waktu SMP?” Tanya Rion.
“Pernah sih, tapi cuma sampai tingkat provinsi aja. Makanya, kali ini aku semangat banget latihannya. Supaya bisa ikut perlombaan di Bandung.”
“Lo serius nih mau ikut perlombaan di Bandung?”
Marsya meminum minuman yang ia bawa. “Iya kak, aku serius banget. Soalnya aku punya target untuk sampai ke tingkat Nasional.” Lanjut marsya, “Tapi kak, yang ikut perlombaan di Bandung kan orang-orang pilihan. Kira-kira aku mungkin nggak bisa ikut perlombaan itu?”
“Lo bisa kok ikut perlombaan itu,” Jawab Rion.
Marsya sedikit terkejut, “Beneran ni kak? Terus gimana caranya kak, kok kakak kelihatannya yakin banget sih?” tanya Marsya heran.
“karena gue liat dari kemampuan lo, makanya gue ngomong kaya gitu.” Lanjut rion, “Gue akan ngajarin lo tiap hari, supaya lo lebih lihai, kuat, dan terbiasa. Gimana, lo mau nggak?”
“Aku mau sih. Tapi, apa nggak ngerepotin nih? Aku nggak enak udah banyak banget ngerepotin kakak, dari yang aku sakit perut sampai masalah Karate.”
Rion tertawa, “hahaha, nggak lah. Gue malah beruntung bisa ngajarin lo, soalnya gue yakin lo bisa menang di perlombaan itu dan lo bisa mengharumkan nama sekolah.”
“Makasih ya kak, aku mau deh latihan tiap hari sama kakak.” Kata marsya tersenyum.
“na gitu dong, kalo gitu gue bisa nggak minta nomor Hp lo? Itu sebenarnya untuk hubungin lo aja kalo gue ada acara dan nggak bisa datang? Kalo lo nggak mau kasih juga nggak apa-apa.” Kata Rion yang malu meminta nomor Hp Marsya.
Marsya ketawa terbahak-bahak membuat Rion bingung, “kak santai aja, nggak usah dijelasin segala. Aku pasti ngasih kok, hahaha.” Marsya menuliskan nomornya di selembar kertas dan mengasihkannya ke Rion. “Ni nomornya kak, di save ya. Bye, sampai ketemu besok ya kak.” Marsya melambaikan tangannya sambil meninggalkan Rion.
***
Semakin hari hubungan Rion dan Marsya semakin dekat. Rion memang sudah lama suka dengan Marsya, yaitu sejak Rion menemani Marsya di UKS saat Marsya sedang sakit. Tetapi, Rion belum berani mengungkapkan perasaannya. Karena, Marsya sedang semangat latihan untuk mengikuti kejuaraan di Bandung, sehingga Rion tidak ingin membebani pikiran marsya.
Setelah beberapa hari, para senior Karate mengumumkan tiga orang yang berhak mengikuti perlombaan di Bandung. Ternyata, Rion menepati janjinya dengan memilih Marsya untuk pergi ke Bandung.
Lita mengulurkan tangannya dan mengucapkan selamat ke Marsya. “selamat Sya, lo hebat banget bisa ikut ke Bandung. Pokoknya lo harus menang.” Lita memberikan semangat ke Marsya.
“makasih ya, doakan gue ya,” Ucap marsya sambil memeluk Lita.
Sanggar telah sepi karena semua siswa sudah pulang balik ke rumah masing-masing. Namun, di dalam sanggar menyisakan dua orang yang duduk di belakang sanggar.
Wajah Rion terlihat sangat tegang, “sya, gue mau ngomong serius sama lo.”
“Ngomong aja kak, pake izin segala,” Ujar marsya sambil tersenyum.
“Sya, sebenarnya gue bantuin lo itu semua karena gue, gue suka sama lo. Lo mau nggak jadipacar gue?” tanya Rion yang sangat gugup.
Marsya terlihat sangat kaget mendengar perkataan Rion. “kak, maaf. Aku nggak bisa bilang sekarang. Jawaban aku tergantung sama hasil perlombaan Karate. Kalo aku menang dalam perlombaan itu berarti aku neriama kakak. Tapi, kalo aku kalah. Aku nggak bisa jadi pacar kakak.” Kata marsya berbohong pada Rion mengenai perasaannya.
***
Setelah perlombaan selesai, Marsya datang ke sekolah saat pulang sekolah. Marsya menunggu Rion di parkiran sembari membawa piala. Kemudian muncul Rion mendekat ke arah Marsya sambil tersenyum senang ketika melihat Marsya membawa sebuah piala.
Marsya memandang Rion dan berkata, “Aku pulang membawa piala untuk kakak.”
TAMAT

Comments (0)